Isi kepala dan dunia Shofwan. Kuliah memahami manusia, praktek melalui diri sendiri. Jual jersey murah dan apa saja yang penting halal.
Minggu, 20 Januari 2013
Kulit dan Isi (Bahaya Pemikiran Liberal)
"Berjilbab gak penting, yang penting akhlaknya".
Pernah mendengar kalimat tersebut? Sudah tak asing lagi tampaknya.
Pemikiran liberal dan ciri-ciri. Mendewakan apa yang mereka anggap sebagai "isi" dan menyepelekan apa yang anggap "kulit".
Liberalis menjauhkan Muslim dengan meyepelekan "kilit" dan menekankan "isi". Sekilas terlihat masuk akal, sejatinya sesat.
Contoh-contoh pemikiran liberal.
"Gak penting kerudungnya (kulitnya), yang penting baik (isinya)"
"Gak penting syariatnya (kulitnya), yang penting hasilnya (isinya)"
"Gak penting shala (kulitnya), yang penting ingat Allah (isinya)"
Contoh lagi pemikiran liberal.
"Gak masalah apapun agamanya (kulitnya), semua agama ngajarin baik kok (isinya)".
"Syariat gak perlu harus sesuai Rasulullah (kulitnya), zaman sudah berubah harus sesuaikan fakta (isinya)". Ini pun sama liberalnya.
Pemikiran liberal tanpa sadar menyusup dalam darah kita, mengalir deras seolah-olah itu adalah ide-ide Islam. Karenanya perlu kita sampaikan konsep "amal yang diterima" dalam Islam, agar selamat dari pemikiran liberal.
Dalam Islam amal diterima bila mencakup 2 hal: 1) Niat yang ikhlas karena Allah (bukan yang lain), dan 2) Cara sesuai syar'i.
Dalam kajian lebih lanjut, disebut dengan fikrah (konsep/isi), thariqah (metode/kulit) dan uslub (cara). Maka dalam shalat, maka niat lillahi ta'ala adalah fikrah (konsep/isinya), sedang gerakan shalat adalah thariqah (metode/ kulitnya).
Dalam Islam niat (fikrah/konsep/isinya) harus karena Allah, dan cara (thariqah/metode/kulitnya) juga harus sesuai Allah. Karenanya di dalam Al-Qur'an, setiap kata-kata "aamanu" (beriman) seringkali digandeng dengan "wa amilush shalihah" (beramal shalih). Niat yang ikhlas tanpa cara yang benar tiada pahala, sama sebagaimana cara yang benar tapi dilakukan niat riya.
Sedangkan uslub (cara), maka ini bisa berbeda, bisa berubah, tergantung tempat, zaman, teknologi dan sebagainya. Jadi bukan berarti Islam menolak modernisasi, namun Islam menolak liberalisasi. Dalam dakwah contohnya, niat (fikrah) harus ikhlas, metode (thariqah) sesuai nabi, mengenai cara (uslub) bisa via ceramah, twitter dll.
Jadi Islam mewajibkan kita terikat pada fikrah dan thariqah, namun boleh berkreasi dalam uslub.
Misal hijab, ya mesti sesuai niat (ikhlas) dan bentuknya sesuai syariat (jilbab-khimar), adapun uslub, misal jenis kain, boleh kreasi.
Jadi Islam bukan hanya asal intinya, kulitnya pun penting. Bukan hanya asal hasilnya, prosesnya pun dihisab. Bahkan pada banyak hal, Allah dan Rasul meminta kita fokus pada proses, bukan pada hasilnya. Sama dalam perkara penegakan syariat Islam, hasil bukan satu-satunya hal penting, namun prosesnya pun tak kalah penting.
Kita ditolong Allah bukan karena seberapa banyak ibadah yang kita lakukan, namun dari seberapa kecil dosa yang kita hindarkan.
Jangan tertipu liberalis yang mencoba menjauhkan Muslim dari Allah, dengan logika manis namun sesat, logis namun maksiat. Cukup bagi kita konsep Islam, dan metode Islam. Kita Islam karenanya "kulit" kita Islam dan "isi" kita Islam.
Maafkan kami, sepertinya kami terlalu kagum dengan Islam, hingga tak sanggup membanggakan lain ide selain Islam.
(sumber: Kultwit Ustad Felix Siauw)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar